Budaya positif
merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan
di sekolah. Budaya positif diawali dengan perubahan paradigma tentang teori
kontrol, yang meliputi :
- Penghukum
- Pembuat Merasa Bersalah
- Teman
- Pemantau
- Manajer
Perilaku siswa
tentunya memiliki tujuan, walaupun itu merupakan sebuah kesalahan pasti
memiliki alasan kenapa siswa melakukan hal tersebut. Alasan tersebut merupakan
kebutuhan dasar manusia, terdapat 5 kebutuhan dasar manusia yaitu :
1)
Kebutuhan
bertahan hidup (Survival) yaitu kebutuhan berkaitan dengan fisik seperti makan,
tidur, tempat tinggal dll.
2)
Kebutuhan
Cinta dan kasih sayang (Penerimaan).
3)
Kebutuhan
Penguasaan (pengakuan akan kemampuan)
4)
Kebutuhan
Kebebasan (Kebutuhan akan pilihan), dan
5)
Kebutuhan
akan Kesenangan.
Ketika seorang guru
sudah mampu memahami kebutuhan dasar manusia, selanjutnya adalah menerapkan
disiplin positif. Disiplin sering kali dianggap siswa sebagai suatu aturan yang
harus ditaati dan dilakukan apapun keadaanya. Menurut Diane Gossen dalam
bukunya Restructuring School Discipline ada tiga alasan motivasi manusia dalam
melakukan sesuatu, yaitu:
1)
Untuk
menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
2)
Untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain
3)
Untuk
menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini.
Berdasarkan 3 teori
diatas, penerapan disiplin di sekolah harus dilakukan dengan alasan yang ke-3.
Siswa melakukan kebaikan sesuai dengan keyakinan kelas atau nilai-nilai yang sudah
tertanam dalam dirinya atau motivasi internal. Motivasi internal lebih
berjangka lama dan membuat siswa makin kuat secara karakter. Hal tersebut
sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mengungkapkan bahwa disiplin
kepada siswa adalah disiplin diri, sebab hanya diri sendiri yang mampu
mengontrol diri kita bukan orang lain.
Motivasi internal
dapat tercapai dengan menerapkan segitiga restitusi. Restistusi adalah upaya
mendisiplinkan siswa tapi dengan cara siswa sendiri yang menyelesaikan masalahnya
dan membuat mereka bertindak sesuai dengan keinginan ideal yang didasarkan pada
keyakinan kelas.
Tahap segitiga
Restitusi meliputi :
- Menstabilkan Identias
- Validasi Tindakan yang salah
- Menanyakan Keyakinan
Dengan adanya Segitiga
Restitusi diharapkan dapat memperkuat karakter siswa sesuai visi sekolah dan
menjadikan mereka memiliki nilai-nilai kebajikan universal, dengan belajar dari
kesalahan yang dibuatnya dan menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan
tingkat kemampuan siswa.
Dari penjelasan diatas,
diharapkan budaya positif di sekolah
dapat terwujud dan sekolah sebagai tempat tumbuhnya benih kebudayaan atau
pembentukan karakter bukan hanya sebagai slogan yang indah seperti pada buku
pelajaran.